Sengketa Properti Melalui BPSK

Oleh: Juneidi D Kamil SH
Ketua Umum Lembaga Perlindungan Konsumen Properti dan Keuangan (LP KPK)
kamiljuneidi@gmail.com
Pertanyaan:
Bapak Juneidi D. Kamil, Yth. Saya membeli sebuah rumah dari salah satu pengembang melalui cara tunai bertahap dan saat ini sudah menjelang pembayaran tahap akhir dengan perjanjian pengikatan jual beli (PPJB). Setelah saya perhatikan, ternyata luas tanah yang tercantum dalam SHGB kurang dari yang diperjanjikan.
Dalam PPJB diperjanjikan 120 m2, namun yang tertera di sertifikat hanya 96 m2. Saya sudah berulangkali datang kepada pengembang untuk meminta kejelasan, namun pihak pengembang terkesan menghindar. Langkah apa yang bisa saya tempuh? Terimakasih
Ariful Khairi
di Depok
Jawab:
Bapak selaku pembeli rumah berhak untuk menuntut pertanggungjawaban pengembang selaku penjual atas kerugian yang dialami, karena dalam kasus ini pengembang sudah ingkar janji (wan prestasi).
Jika pengembang tetap tidak bertanggung jawab untuk memberikan ganti rugi, maka bapak dapat membuat dan menyampaikan surat peringatan secara tertulis. Surat peringatan kepada pengembang harus jelas dan tegas yakni permintaan agar pengembang bertanggungjawab atas kerugian yang bapak alami. Jelaskan batas jangka waktu penyelesaiannya dalam surat tersebut.
Permintaan bisa dilakukan hingga surat peringatan ketiga kalau tidak ada respon dari pengembang. Pastikan surat peringatan sudah diterima pengembang dan terdapat tanda bukti penerimaannya. Ini sebagai alat bukti jika bapak harus menyelesaikan melalui jalur litigasi di pengadilan.
Jika pengembang tetap membandel tidak mau menyelesaikan tanggungjawabnya untuk memberikan ganti rugi, maka dapat ditempuh jalur penyelesaian melalui gugatan di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Saat ini sudah terdapat beberapa putusan BPSK yang memenangkan gugatan konsumen khususnya pembeli rumah yang bersengketa dengan pengembang.
Penyelesaian melalui BPSK memberikan keuntungan kepada konsumen dibandingkan langsung melalui Pengadilan Negeri. Kenapa demikian?
Pertama, jangka waktu penyelesaian melalui BPSK ini relatif lebih cepat dan terukur karena proses pemeriksaan perkara maksimal 21 (dua puluh satu) hari. Kedua, prosedur penyelesaiannya relatif lebih sederhana. Ketiga, biayanya juga relatif lebih murah karena konsumen dapat mengajukan melalui BPSK terdekat dengan rumah tempat tinggal. Keempat, beban pembuktian ada pada pelaku usaha (pengembang) karena berlaku azas strict liability yaitu beban pembuktian terbalik.
Bapak bisa langsung datang ke BPSK dengan membawa surat permohonan penyelesaian sengketa secara tertulis yang disampaikan kepada Sekretariat BPSK. Permohonan penyelesaian sengketa konsumen sebaiknya diajukan secara tertulis, dengan memenuhi beberapa persyaratan yang telah ditetapkan. Beberapa persyaratan yang harus dilengkapi adalah:
1. Nama dan alamat lengkap konsumen.
2. Nama dan alamat pengembang selaku pelaku usaha.
3. Obyek hak atas tanah dan rumah yang menjadi obyek gugatan.
4. Bukti perolehan hak atas tanah dan rumah seperti kwitansi, perjanjian pengikatan jual beli, akte jual beli dan sertifikat hak atas tanah.
5. Kronologis perolehan hak atas tanah dan rumah tersebut dari pengembang.
6. Saksi yang mengetahui proses pembelian hak atas tanah dan rumah tersebut (jika ada).
7. Foto-foto tanah dan bangunan rumah.
BPSK memiliki wewenang untuk melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan dan keterangan yang diadukan oleh pihak-pihak yang bersengketa. Dalam pertemuan ini akan ditentukan bagaimana langkah selanjutnya dengan jalan damai atau dilakukan dengan metoda penyelesaian yaitu Konsiliasi, Mediasi atau Arbitrase.
Putusan BPSK dapat berupa perdamaian, gugatan ditolak atau gugatan diterima. Dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak putusan BPSK diberitahukan, konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa wajib menyatakan menerima atau menolak putusan BPSK. Semoga bermanfaat.