The HUD Institute: Tujuh Isu Pokok Optimalisasi Tapera

Jakarta,IH—Diskusi soal Tabungan Perumahan Rakyat yang diselenggarakan The HUD Institute dengan tema: “Optimalisasi Peran, Fungsi & Pelayanan Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP-TAPERA) Bagi Penerima Manfaat Paska Pandemik COVID-19”, Rabu, 24/6, kemaren setidaknya menyasar tujuh isu pokok.
Menurut Muhammad Joni, Sekretaris Umum The HUD Institute, secara konsep tabungan perumahan rakyat itu penting dalam membangun utuh dan lengkapnya sistem pembiayaan perumahan rakyat, yang dirancang berbeda dengan pembiayaan perbankan biasa yang berbasis komersial.
“Maksud asli Tapera adalah lembaga pembiayaan primer yang berorientasi kepentingan rakyat. Garis “nasab” Tapera dan UU Tapera tidak lepas, malah bersumber asli dari UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (UU PKP) Pasal 124, sehingga tidak bisa dilepaskan dari latar belakang sejarah, maksud asli, asas-asas, dan norma UU PKP,” tambah Joni
UU Tapera lanjutnya untuk mengisi kosongnya ekologi alur rantai pasok penyediaan dan pembiayaan perumahan rakyat. Dengan demikian, watak nirlaba dalam UU Tapera musti konsisten dalam norma-norma, regulasi, kebijakan, dan program layanan Tapera, baik pada aras pengumpulan, pemupukan maupun pembiayaannya.
Karena itu The HUD Institute lanjut Joni pada seminar online kemaren menyasar pokok-pokok permasalahan yang perlu dikritisi agar BP Tapera berjalan optimal ke depan. Ada tujuh isu pokok, diantaranya adalah:
- Lahirnya PP di Momentum Pandemik – Kesusahan Masyarakat.
Timing penerbitan PP Tapera dinilai kurang tepat dan publik menilai ada unfunction BP Tapera untuk mengkomunikasikan maksud dan tujuan dari Undang Undang Tabungan Perumahan Rakyat yang merupakan mandat dari UUD 1945. Kelemahan ini, dipandang oleh The HUD Institute sekaligus merupakan dorongan dan kesungguhan dari BP Tapera untuk dapat meningkatkan kepercayaan dan layanannya sebagai Badan Pengelola Dana Publik melalui komunikasi yang lugas, jujur, dan tersampaikan (delivery) dengan utuh kepada masyarakat (Penerima manfaat)
- Pemerintah tidak fokus menangani masalah pandemik.
Dalam Policy Brief pada kegiatan FGD sebelumnya, The HUD Institute, telah mengusulkan kepada Pemerintah untuk mendorong relaksasi, insentif dan inovasi dalam pemberian bantuan kemudahan pada sektor perumahan rakyat, permukiman dan pembangunan/pengembangan kawasan perkotaan. Implementasi restrukturisasi UMKM yang dimandatkan oleh Perpu 1 Tahun 2020 terasa lambat di lapangan dan lagi, pelaksanaan relaksasi dan bantuan kemudahan serta inovasi masa, pra paska dan paska belum operasional di daerah.
- Manajer Investasi dan Bank Kustodian yang komersial pada Tapera yang Nirlaba.
Hadirnya Manajer Investasi dan Bank Kustodian dalam proses pemupukan dana sebagai upaya untuk meningkatkan ketersediaan dana jangka panjang dan murah bagi sektor Perumahan Rakyat, sementara saat ini masyarakat sedang menguji kredibilitas para pengelola dana itu (termasuk dana jaminan sosial nasional lainnya) salah-satunya permasalahan Jiwasraya dan ASABRI saat ini.
Walaupun Negara/Pemerintah hadir melalui Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, tidak serta merta bahwa Peran BP Tapera hanyalah ‟duduk manis‟ menunggu ‟durian jatuh‟ dari Bank Kustodian tanpa memperhatikan daya pasar, daya keuangan, dan daya sistem perbankan nasional. Selain itu proses penunjukan Manajer Investasi dan Bank Kustodian sebaiknya melalui proses yang terbuka sesuai dengan asas pelayanan publik (keterbukaan informasi publik).
- Kredibilitas Badan Pengelola Tapera – Keterwakilan Pemilik Dana Perumahan dalam Dana Tapera.
Kredibilitas (Transparansi, Akuntabilitas, Responsibility, dsb) BP Tapera akan diuji. The HUD Institute menilai, BP Tapera seharusnya berperan aktif dan komunikatif dalam mengkomunikasikan substansi UU dan PP kepada masyarakat serta menyakinkan masyarakat bahwa mandat yang diterima oleh Badan merupakan amanah agung UUD 1945 dan negara berusaha untuk hadir pada sektor papan (rumah layak huni dan terjangkau).
Selanjutnya keterwakilan pemilik dana dari pekerja dan pengusaha yang dibeban-wajibkan oleh UU dan PP tersebut perlu dipikirkan dan menjadi bagian dari dewan/komite yang ada. Sungguh ironis, jika dana wajib perumahan ditarik-sisihkan dari Pekerja tanpa ada keterwakilannya di dewan/komite . Oleh karena itu untuk mengisi “kekosongan” kerepresentasi tersebut maka perlu upaya kreatif-inovatif yang tidak bertentangan dengan regulasi yang menjalankan fungsi-fungsi relasi dan partisipasi dalam kebijakan-kebijakan BP Tapera.
- Kepastian (Jaminan) Memiliki Hunian Pertama.
Pertanyaan yang utama dalam hal peran dan fungsi BP Tapera adalah apakah dengan mengikuti dan memenuhi persyaratan Tapera, maka jaminan memiliki/menghuni rumah/hunian layak dan terjangkau akan dijamin oleh BP Tapera ? Seperti apa jaminan tersebut dan bagaimana penerima manfaat dari peserta tapera dapat mengakses huniannya ?
Hal ini patut dijawab mengingat telah adanya sistem penyelenggaraan perumahan (Rakyat) dan kawasan permukiman terdahulu yakni Kementerian yang mengurus urusan perumahan rakyat. Apakah Tabungan Perumahan Rakyat dan Badan Pengelolanya merupakan bagian utuh dari rantai (chain) penyelenggaraan tersebut?
- Konsep gotong-royong dan pemupukan dana serta dana bergulir FLPP.
Penting untuk dicermati bagaimana tata laksana pemastian terjadinya kegotongroyongan penghunian bagi masyarakat menengah kebawah (termasuk MBR) di lapangan. Tentunya proses tersebut perlu dijawab dalam sistem penyelenggaraan perumahan (rakyat) dan kawasan permukiman yang telah ada.
Selanjutnya adalah konsep dana bergulir FLPP yang saat ini dilaksanakan oleh PPDPP perlu dicermati secara serius mengingat bisnis proses yang telah terbentuk disana merupakan embrio awal pelayanan publik yang ‟belum utuh‟ mengingat berbagai keterbatasan negara untuk hadir dalam penyediaan perumahan bagi MBMB (termasuk MBR didalamnya).
Apalagi dengan mandat PP tersebut (pasal 64, 65 dan 66) yang akan dapat mengubah kelembagaan yang ada di PPDPP, untuk itu diperlukan Roadmap untuk mengetahui hambatan dan tantangan dalam penggabungan PPDPP kedalam BP Tapera.
- Keterpaduan pengumpulan dana jangka panjang murah (PT ASABRI/YKPP/TWP, PT TASPEN, BPJS TK & BP Tapera) dan lainnya.
Salah satu mandat yang dianak-tirikan dalam Undang-Undang No 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang No 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial adalah tentang Perumahan. Walaupun BPJS Ketenagakerjaan telah memiliki Program Fasilitas Pembiayaan Perumahan Pekerja (KPR Subsidi dan Non Subsidi, PUMP/Pinjaman Uang Muka Perumahan, PRP/Pinjaman Renovasi Perumahan, dan FPPP/KK Fasilitas Pembiayaan Perumahan Pekerja/Kredit Konstruksi). Program ini, selama 15 tahun terakhir belum maksimal/terpadu dalam Sistem Pembiayaan Penyelenggaraan Perumahan (Rakyat) dan Kawasan Permukiman, terutama dalam kaitannya pada rantai (Chain) yang telah ada pada Kementerian yang mengurusi urusan Perumahan Rakyat (KemenPUPR).
Oleh karenanya The HUD Institute menilai, dengan terbukanya “Kotak Pandora” Pasal 124 pada UU No. 1 Tahun 2011 dan beberapa mandat keterpaduan pengelolaan dana yang akan diselesaikan hingga pada tahun 2029 dalam Undang- Undang No. 24 Tahun 2011, maka Pemerintah (Bapak Presiden RI) perlu memadukan/mengintegrasikan sumber-sumber pembiayaan jangka panjang murah (Lihat Mandat UU No. 17 Tahun 2007 tentang RPJPN Sektor Perumahan) dalam satu lembaga yang utuh dan tidak scatter/berpencar dan fokus kepada Program yang telah diusung oleh Presiden Republik Indonesia yaitu Program Sejuta Rumah (Layak Huni dan Terjangkau).
The HUD Institute mengusulkan agar BP Tapera, BPJS Ketenagakerjaan, dan YKPP/PT ASABRI melalui Presiden dan DPR RI untuk bersama-sama memadukan sumber pembiayaan tersebut guna diarahkan pada kesejahteraan bagi perumahan rakyat (ASN/TNI/POLRI/BUMN/BUMD/BUMDES/Pekerja).
Selain itu, The HUD Institute menilai/mengingatkan bahwa UU Tapera dan PP Tapera merupakan kesatuan utuh sebagai sistem penyelenggaraan perumahan (rakyat) dan kawasan permukiman. Tapera berusaha untuk menjawab berbagai hambatan peningkatan pembiayaan perumahan bagi masyarakat menengah kebawah dan MBR.